Kata Bid’ah tentu sudah tidak asing lagi di telinga umat Islam. Pasalnya, baru-baru ini banyak orang menyebut bid’ah dan menunjuk-nunjuk sesuatu sebagai hal yang tergolong bid’ah sehingga mudah untuk menyalakan amaliah orang lain.
Bid’ah
Bid’ah pernah didefinisikan oleh Nabi melalui hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud. Bunyi haditsnya seperti yang ditulis di dalam Kitab Hadist Sunan Abu Daud berikut ini:
فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ
« أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Definisi yang disebutkan Nabi dalam hadits tersebut memang sangat pendek. Disebutkan, Bid’ah adalah hal baru. Hal baru itu apa? Sesuatu yang tidak ada dan tidak dilakukan oleh Nabi, tidak dilakukan oleh Khulafaur Rosyidin.
Sejalan dengan itu, Kiai Hasyim Asyari menjelaskan kembali tentang arti bid’ah dalam hal syara’. Penjelasan beliau ini semacam syarah atau penjabaran luas dari definisi bid’ah yang sudah disebutkan Nabi. Pendapat Kiai Hasyim Asyari tersebut seperti yang ditulis di dalam kitab beliau, Kitab Risalah Ahlussunnah Wal Jamaah.
Menurut beliau, bid’ah secara syara’ adalah hal baru kaitannya dengan agama yang mirip dengan isi ajaran agama tersebut, meski sebenarnya bukan sama sekali. Kemiripan itu bisa terletak pada bentuk luarnya, atau terletak pada inti perkara baru tersebut.
Hukum Bid’ah
Dasar dalil bahwa setiap bid’ah adalah dlalalah tidak bisa dipahami dengan tanpa tafsir sama sekali. Sebaliknya, frasa ‘setiap bid’ah’ dipahami sebagai majaz mursal. Maksudnya, penyebutan ‘setiap bid’ah’ adalah menyebut keseluruhan bid’ah, namun yang dimaksud justru sebagian bid’ah.
Hal ini juga yang terlaku dalam Surat Al Kahfi yang menyebut ‘setiap perahu’, tetapi yang dimaksud bukan semua perahu, melainkan hanya perahu yang cacat saja. Coba perhatikan ayat berikut artinya berikut ini:
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
[الكهف/79]
Perahu itu milik orang miskin yang bekerja di laut. Aku ingin menjadikan perahu itu cacat. Sedang di belakang mereka ada raja perampas setiap perahu.
Frasa ‘setiap perahu’ dalam arti ayat itulah yang dimaksud. Maknanya bukan raja merampas semua perahu, tetapi merampas perahu yang sempurna saja. Perahu yang memiliki cacat tidak dirampas oleh si raja. Bid’ah pun sama dengan itu, frasa ‘setiap bid’ah’ sama hal dengan frasa ‘setiap perahu’.
Karena itulah, hukum bid’ah bukan hanya satu, ‘tidak boleh’, tetapi terbagi ke dalam beberapa hukum. Bid’ah bisa menjadi wajib, bisa menjadi haram, bisa menjadi sunnah, bisa menjadi makruh, atau bahkan hanya mubah saja. Tentang penjelasan hukum-hukum tersebut, Anda bisa membacanya di bawah ini:
- Contoh bid’ah yang memiliki hukum wajib adalah membukukan al Quran. Kenapa disebut bid’ah? Karena pada zaman Nabi Al Quran tidak dibukukan. Kenapa wajib? Karena, jika saja itu tidak dilakukan, mungkin orang-orang Islam zaman sekarang tidak akan pernah melihat Al Quran.
- Bid’ah yang dihukumi haram ini seperti melakukan Sholat Subuh 4 rakaat. Alasannya, tidak ada dasar apapun terkait Sholat Subuh empat rokaat. Justru yang ada adalah Nabi menyebut Sholat Subuh hanya dua rokaat. Karena itu, bid’ah semacam ini termasuk bid’ah yang haram.
- Salah satu contoh bid’ah yang tergolong sunnah adalah jumlah rakaat Shalat Tarawih. Mulanya, tidak ada aturan khusus jumlah rakaat tarawih dan pelaksanaannya pun tidak selalu berjamaah. Baru pada masa sahabat Umar, beliau berinisiatif merapikan pelaksanaan tarawih dengan berjamaah yang dipimpin satu imam dalam masjid, dan jumlah rakaatnya 23 dengan witir.
- Salah satu bid’ah yang termasuk makruh adalah menghias masjid. Namun, yang dimaksud di sini adalah hiasan masjid yang sama sekali tidak memiliki unsur dakwah di dalamnya.
- Salah satu bid’ah yang hukumnya mubah adalah pergi haji menggunakan pesawat. Tentu saja, tidak ada cerita pergi haji naik pesawat pada zaman Nabi. Dan itu sebabnya, ini termasuk bagian dari bid’ah. Namun bid’ahnya bukan bid’ah dlalalah, melainkan bid’ah yang boleh dilakukan.
Macam dan Contoh Bid’ah
Jika disebutkan macam-macam bid’ah secara garis besar, maka jawabannya adalah dua. Yaitu ada Bid’ah Dlalalah dan ada juga Bid’ah Hasanah. Namun sebenarnya, jika mau membaca lagi hukum bid’ah di atas, macam bid’ah bisa dibagi menjadi lima bagian sesuai dengan hukum masing-masing bid’ah tersebut.
Nah, lalu apa maksud Bid’ah Dlalalah dan Bid’ah Hasanah? Penjelasannya adalah sebagai berikut:
-
Bid’ah Dlalalah
Bid’ah Dlalalah adalah jenis bid’ah yang tidak boleh dilakukan. Alasan mengapa tidak boleh dilakukan karena selain tidak ada dasar hukumnya sama sekali, juga berseberangan dengan syariat. Tuntunan dari Nabi tidak ada, demikian juga tuntunan dari para sahabat atau Khulafaur Rasyidin.
Hadits terkait Bid’ah Dlalalah adalah seperti yang ada pada Shohih Bukhari:
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
« مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ »
Hadits yang berasal dari Ya’qub, yang naik ke atas hingga siti Aisyah itu, menjelaskan sesuatu yang baru itu tertolak. Dan yang dimaksud dengan sesuatu yang baru itu adalah sesuatu yang tidak memiliki tuntunan dan bukan berasal dari Nabi.
Namun lagi-lagi, butuh tafsir yang lebih luas terkait hadits seperti di atas. Sebab, jika monoton hanya berpegang pada teks hadits, orang akan dengan mudah membid’ahkan sesuatu dan menyalahkan orang lain yang berseberangan dengannya. Karenanya, sekali lagi, perlu hati-hati benar terkait ini.
-
Bid’ah Hasanah
Bid’ah hasanah adalah kebalikan dari bid’ah dlalalah. Bid’ah hasanah adalah sesuatu yang tidak ada tuntunan pada zaman Nabi, tetapi tidak berseberangan dengan syariat. Itu saja pada intinya. Hadits yang menjadi dasar bid’ah hasanah adalah hadits-hadits tentang berbuat baik. Salah satunya adalah hadits riwayat Imam Muslim berikut:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ – يَعْنُونَ ابْنَ جَعْفَرٍ – عَنِ الْعَلاَءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
قَالَ « مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Maksud hadits tersebut adalah, siapa yang mengajak pada kebaikan, dia mendapat pahala. Pahalanya sama persis dengan pahala yang diberikan kepada orang yang mengerjakan kebaikan tersebut. Tidak berkurang sama sekali. Demikian juga sebaliknya, jika dia mengajak kepada keburukan, dia pun akan mendapat dosa sebesar dosa orang yang melakukan keburukan tersebut.
Menariknya, tidak semua amal baik disyariatkan oleh Nabi. Apalagi amal-amal baik yang berkaitan dengan perubahan zaman seperti sekarang ini, semacam bersedekah lewat transfer online misalnya. Maka perlu ditarik inti dari perbuatan tersebut. Jika baik dan mengajak pada kebaikan, maka itu baik dan mendapat pahala seperti hadits di atas.
Lalu apakah masih ada pembagian bid’ah selain yang sudah disebutkan di atas? Jawabannya ada. Selain dari pembagian bid’ah di atas, masih ada pembagian bid’ah menurut kategorinya.
Bid’ah Qouliyah I’tiqodiyah. Bid’ah ini adalah bid’ah dalam bentuk ucapan yang menjurus pada keyakinan. Ini seperti ucapan-ucapan orang-orang jahiliyah dulu. Atau seperti ucapan orang-orang Mu’tazilah serta keyakinan sesat yang dipegang kelompok tersebut.
Bid’ah Fil Ibadah. Bid’ah ini adalah bid’ah dalam bentuk ibadah. Seperti yang tentu diketahui oleh semua orang, beribadah tidak hanya dengan sholat atau bertasbih. Ada banyak cara beribadah. Dan cara beribadah yang tidak ada syariatnya masuk dalam kategori bid’ah ini. Bid’ah Fil Ibadah tersebut ada yang memiliki beberapa hukum. Dan hukum-hukum terkait itu sudah dibahas pada bagian atas artikel ini.
Demikian ulasan lengkap tentang pengertian Bid’ah, hukum, macam, dan contohnya yang mudah ditemukan. Semoga artikel ini bisa menjadi pedoman agar siapapun tidak mudah membid’ahkan, apalagi mengkafirkan orang lain. Salam.