Salah satu penyakit hati yang harus disembuhkan oleh seseorang adalah penyakit ujub. Penyakit ini sangat berbahaya dan memiliki efek buruk luar biasa. Tidak hanya orang tertentu yang bisa terjangkit. Siapa saja bisa terjangkit penyakit ini. Lantas apa sebenarnya definisi ujub, hukum, ciri, dan contohnya? Simak ulasannya berikut ini.
Pengertian Ujub
Ada orang yang menyadari kelebihannya. Orang tersebut merasa takut kehilangan kelebihannya tersebut. Atau, orang itu takut Allah akan mengambil kelebihannya itu. Orang yang demikian tidak tergolong sebagai orang yang ujub.
Ada lagi, orang yang mengetahui dan paham betul dengan kelebihannya. Dia tidak merasa takut akan kehilangan kelebihannya tersebut. Dengan kelebihannya tersebut bahkan orang itu merasa bangga dan senang. Rasa senangnya itu tidak lebih karena orang tersebut merasa nikmat yang dimilikinya adalah nikmat pemberian Allah. Orang yang seperti ini tidak tergolong orang yang ujub.
Berikutnya, ada orang yang tahu kelebihannya dan tidak takut akan kehilangan kelebihannya tersebut. Dia juga merasa bangga dan senang memiliki kelebihan seperti itu. Tetapi, kebanggaannya itu karena dia merasa sempurna jika memiliki kelebihan tersebut. Dia juga merasa martabat lebih tinggi karena itu. Orang yang semacam ini lah yang disebut memiliki sifat ujub.
Jika demikian, lantas bagaimana pengertian ujub? Secara mudah, ujub adalah berbangga diri. Ujub juga sering diartikan dengan kagum. Tetapi perlu digarisbawahi, tidak semua rasa bangga dikategorikan ke dalam sifat ujub. Persis seperti yang sudah dicontohkan di atas. Bangga terhadap kelebihan yang dimiliki baru bisa dikategorikan ujub jika orang yang memilikinya lupa bahwa kelebihan tersebut berasal dari Allah.
Hukum Ujub
Allah tentu saja tidak menyukai sikap ujub. Bukan hanya karena itu bertentangan dengan sifat seorang hamba, tetapi juga karena efeknya yang tidak baik bagi seseorang. Apalagi, memang sudah semestinya tidak ada yang perlu dibanggakan dari apa yang dimiliki seseorang. Sebab, sejatinya apa yang dimiliki seseorang adalah titipan Allah. Dan karena sifatnya hanya titipan, tidak ada kepemilikan akan hal itu kecuali Allah.
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ
Dalil Quran ayat 109 Surat Ali Imran tersebut mengatakan, apa yang ada di bumi dan langit hanya milik Allah. Semuanya juga tidak akan kembali ke mana-mana melainkan hanya kepada Allah.
Lantas mengapa ujub tidak diperbolehkan? Selain karena tidak sesuai dengan sifat seorang hamba, ujub juga juga menjadi salah satu penyebab seorang bersikap sombong dan congkak. Sombong sendiri berbahaya jika dibiarkan dalam hati seseorang.
Tidak hanya itu, ujub juga membuat seseorang meremehkan dosa-dosa yang sudah diperbuat. Bahkan untuk menyebut dosa-dosanya itu saja tidak. Alasannya, menyebut dan mengakui dosa tersebut akan membuat martabatnya menjadi rendah dan diremehkan orang lain.
Ujub dari segi amal juga akan membuat seseorang melakukan hal murni karena ingin mendapat kebanggaan atas perbuatannya itu. Tidak lagi terlintas dalam benaknya untuk merenungi bahwa kemampuannya melakukan suatu hal adalah karena nikmat yang diberikan oleh Allah.
Untuk itu kesadaran perlu terus dijaga. Kesadaran yang dimaksud di sini adalah kesadaran bahwa segala hal yang dilakukan atau segala hal yang bisa dibanggakan, adalah murni milik Allah. Dengan demikian, tentu sudah tidak ada hal yang perlu dibanggakan dalam diri. Sebab mana mungkin, seseorang bangga pada apa yang tidak dimilikinya. Itu saja kuncinya.
Sadar atas nikmat yang dimiliki adalah dari Allah membuat hati menjadi syukur, jauh dari sifat ujub. Hati juga tidak akan takut kehilangan nikmat tersebut. Sebab, jika sewaktu-waktu nikmat tersebut dicabut, Allah pasti memberi nikmat lain yang tidak kalah besarnya.
Ciri dan Contoh Ujub
Ujub adalah sifat yang sangat halus. Tidak mudah membedakan antara hal yang tergolong ujub dan hal yang tergolong tidak ujub. Karena itu, perlu pemahaman lebih luas terkait ujub. Lain itu perlu juga mengetahui apa saja hal yang bisa diujubkan untuk kemudian diobati.
-
Ujub dengan Hal yang Ada pada Tubuh Seseorang
Dalam hal ini, bisa jadi seseorang bangga dengan ketampanan yang dimilikinya. Atau, bisa juga dia bangga dengan bentuk tubuh dan kulit yang ada padanya. Atau bisa juga seseorang merasa bangga dengan kemampuan ototnya. Atau bisa juga seseorang merasa bangga dengan suara yang dimilikinya.
Jika tidak berpikir semua itu adalah nikmat dari Allah, rasa ujub akan terus bersarang dalam hati seseorang. Memikirkan bahwa satu ketika dia akan mati dan semua itu akan menjadi tanah, juga merupakan cara untuk menghilangkan sifat ujub atas dirinya sendiri.
-
Ujub pada Kekuatan yang Dimiliki
Ini seperti yang terjadi pada Kaum Ad. Kaum Ad terkenal dengan kaum yang amat bangga pada kekuatannya. Mereka bisa membangun hal-hal yang saat itu belum pernah dibangun. Bahkan, apa yang mereka lakukan cenderung mustahil dipikir secara akal. Cadas-cadas keras pegunungan disulap menjadi rumah-rumah yang indah.
Hal yang bisa meredam rasa kagum terhadap kekuatan seseorang semacam itu adalah mengingatkan dirinya sendiri. Bisa saja satu ketika orang tersebut sakit demam. Hanya sakit demam, kekuatannya sudah tidak seperti sedia kala. Ini menunjukkan betapa sesungguhnya tidak ada yang patut dibanggakan dalam diri seseorang jika bukan karena itu nikmat yang diberikan Allah.
-
Ujub atas Akal dan Kepandaian yang Dimiliki
Merasa pintar akan membuat seseorang menganggap orang lain bodoh atau lebih bodoh darinya. Sifat semacam ini membuat seseorang enggan bermusyawarah dan merasa pendapatnya adalah pendapat yang paling benar. Sifat semacam ini juga membuat seseorang enggan meminta pendapat orang lain yang sebenarnya lebih mengerti dan lebih bijak darinya.
Mengobatinya dengan bersyukur atas kepandaian yang diberikan Allah kepadanya. Jika seseorang menyadari kepandaiannya adalah pemberian Allah, rasa ujub atas kepandaiannya itu akan sirna dengan sendirinya.
-
Ujub atas Nasab yang Baik Secara Agama
Nabi pernah menasihati Fatimah. Nasab tidak akan membantunya melewati fitnah kubur. Dengan ini nabi mengajarkan agar seseorang tidak membanggakan nasab dan keturunan. Walaupun seseorang adalah keturunan ulama tersohor, bukan artinya dia bisa membanggakan nasabnya tersebut.
Hal ini mungkin dikaitkan dengan seorang yang mengharap syafaat Nabi. Namun perlu dimengerti, seorang yang mengharap syafaat Nabi selalu berusaha berbuat dan bertindak seperti ajaran Nabi. Dengan demikian, secara tidak langsung seseorang sudah berusaha menghapus ujubnya terhadap nasab, meski harus tetap mengharap syafaat Nabi.
-
Ujub atas Nasab Kepemimpinan
Rata-rata keturunan pemimpin memiliki kemungkinan besar menjadi pemimpin juga. Hal ini bisa saja memicu timbulnya ujub. Tetapi ujub atas hal ini adalah bagian dari kebodohan. Untuk itu, menghindarinya adalah langkah terbaik.
-
Ujub atas Banyaknya Anak atau Teman
Pada beberapa orang, banyaknya jumlah anak menjadi kebanggaan tersendiri. Beberapa orang lainnya juga merasa bangga atas banyaknya teman yang dimiliki. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya orang yang sering menceritakan anak dan menyebut masing-masing anaknya tersebut. Atau, tentu Anda pernah mendengar seseorang membicarakan pergaulannya selama ini.
Sekadar menceritakan memang boleh. Tetapi ujub dengan itu tidak diperbolehkan. Ini perlu sangat dimengerti. Toh, jika seseorang meninggal, tidak akan ada anak atau sahabat yang akan menemaninya dalam kubur, bukan?
-
Ujub atas Hartanya
Ini yang sering dialami banyak orang. Lebih kaya seseorang, membuatnya menjadi lebih bangga. Memiliki mobil mahal, dia akan merasa lebih bangga. Hal itu lumrah sebenarnya, tetapi tetap, itu bukan sikap yang baik. Bahkan, Nabi pernah bertanya pada seorang yang tidak mau duduk di dekat orang miskin. Saat Nabi bertanya, ‘apakah kamu takut ditulari kemiskinan?’
Menyembuhkan penyakit ujub seperti ini adalah dengan menyadari fadlilah menjadi orang miskin karena mudahnya orang miskin masuk surga. Menyadari bahwa harta adalah bagian dari cobaan Allah juga bisa menjadi hal yang menyembuhkan penyakit ujub.
-
Ujub atas Pendapat yang Keliru
Ada orang yang memiliki pendapat namun sebenarnya keliru. Hal ini disinggung oleh Allah dalam ayat 8 Surat Fathir.
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآَهُ حَسَنًا
(فاطر/8)
Orang tersebut melihat apa yang dia lakukan sudah benar. Dia berpendapat sikapnya sudah benar. Namun sebenarnya sikap tersebut justru keliru. Dalam hal ini tidak ada obat yang bisa menyembuhkan kecuali pengetahuannya. Jika dia tahu apa yang dilakukannya keliru, maka dia tidak akan terkena ujub.
Demikian ulasan tentang pengertian ujub, hukum, ciri, dan contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga melalui artikel ini memberikan wawasan serta memberikan pengetahuan yang amat mendalam bagi segenap pembaca sekalian.