Pengertian Ta’aruf, Hukum, Proses, dan Contohnya

Diposting pada

Pengertian Ta'aruf

Muda-mudi pasti sudah tidak asing dengan taaruf. Kata ini sendiri sudah sangat erat bagi mereka yang hendak menjalin hubungan sebelum menuju ke arah pernikahan. Lantas apa sebenarnya definisi taaruf, hukum, proses, dan contohnya? Berikut ini ulasannya.

Pengertian Ta’aruf

Jika merunut arti bahasa, asal kata taaruf adalah ‘arofa (عرف). ‘Arofa sendiri memiliki arti kenal, tahu, mengetahui. Dengan mengikuti wazan تفعّل maka kata عرف berubah menjadi تعرّف. Artinya pun berubah dari hanya ‘kenal’ atau ‘mengenal’, menjadi ‘saling mengenal’.

Dari arti bahasa tersebut, tentu dapat dipahami maksud keseluruhan dari kata taaruf. Taaruf adalah proses saling mengenal antara dua orang yang sudah memiliki keinginan untuk menikah. Meski taaruf bukan termasuk konsep hubungan yang halal sebagaimana pernikahan, namun tetap boleh dilakukan dalam koridor tertentu.

Lantas, apakah bisa disamakan antara taaruf dengan pacaran? Taaruf bisa jadi sama dengan pacaran, namun bisa juga berbeda. Sebab, secara maksud keduanya memiliki kemiripan. Namun mungkin pada aktivitas, keduanya memiliki perbedaan.

Pada pacaran mungkin terlaku ‘sayang-sayangan’ dalam tanda petik. Motivasinya pun kadang bukan untuk menikah, tetapi sekadar untuk mencari pasangan. Mungkin karena semua temannya memiliki pasangan, maka dia pun mencari dan memiliki pasangan.

Mungkin karena temannya memiliki pasangan tampan, dia pun mencari dan akhirnya mendapat pasangan tampan meski tidak dengan menikah.

Pada taaruf, hal-hal semacam itu tidak terlaku meskipun kemungkinannya tetap ada. Pada taaruf, selain motivasi awal memang untuk menikah, aktivitas di dalamnya bukan tentang ‘sayang-sayangan’. Aktivitas dalam taaruf hanya sekadar saling mengenal satu sama lain serta menjaga hubungan dalam koridor sosial yang baik.

Inilah yang kemudian membuat persepsi bahwa taaruf dilaksanakan setelah proses meminang atau khitbah. Padahal bisa saja, taaruf dilakukan sebelum proses meminang. Tetapi mungkin taaruf tersebut memiliki tujuan utama adalah mengenal sebelum menuju tahap khitbah. Sebab, umumnya ketika sudah masuk pada tahap khitbah, seseorang sudah hampir seratus persen memutuskan untuk menikah.

Hukum Taaruf

Telah ditulis di bagian atas, sebenarnya taaruf bukan bagian dari konsep hubungan antara dua orang lawan jenis. Sebab, hanya ada satu konsep saja atas hubungan semacam itu, yakni pernikahan. Karena itu, hukum taaruf dikembalikan pada aktivitas yang ada pada taaruf tersebut.

Dalam Fiqih sendiri sudah ada aturan tentang hukum nadhroh. Hukum nadhroh atau hukum melihat bagi laki-laki kepada perempuan yang bertujuan untuk menikah adalah boleh. Boleh itu adalah melihat wajah serta dua telapak tangan si perempuan. Lebih dari itu, tentu saja tidak diperbolehkan. Apalagi jika aktivitasnya sudah bisa dikategorikan dekat dengan zina, tingkat ketidakbolehannya semakin tinggi.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Ayat 32 dari Surat al Isra’ tersebut menjelaskan tentang peringatan untuk tidak mendekat kepada perbuatan zina. Dalam satu hadits riwayat Imam Muslim juga disebutkan yang substansinya tidak berbeda jauh. Dalam hadits itu, Nabi menyebut larangan bagi laki-laki dan perempuan untuk berduaan di tempat yang sepi. Artinya, disyaratkan harus ada mahram jika memang mau bertemu dan membicarakan sesuatu.

« عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ، وَلَا تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَم

Dari penjelasan-penjelasan tersebut tentu menjadi jelas bagaimana hukum taaruf. Hukum tersebut bukan dipatok pada taarufnya, tetapi lebih pada aktivitas apa yang dilakukan dalam taaruf tersebut. Oleh sebab itu, orang yang ingin bertaaruf harus tahu koridor mana yang boleh, dan koridor mana yang tidak boleh.

Proses dan Contoh Taaruf

Jika memungkinkan, sebaiknya proses taaruf dilakukan secepatnya. Setelah itu keputusan diambil untuk melangsungkan pernikahan atau tidak. Tetapi memang, semuanya butuh proses. Proses tersebut tidak melulu bisa cepat bahkan jikapun dipercepat. Ada banyak proses serupa yang cenderung amat panjang dan lama, juga melelahkan.

  1. Taaruf sebelum Khitbah

Proses taaruf sebelum khitbah mungkin lumrah dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang. Bukan hanya karena tidak ingin menerima perjodohan yang tanpa perlu melihat, tetapi juga karena ingin meyakinkan dirinya tentang orang yang akan menikahinya.

Biasanya hal ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi tentang orang yang dimaksud. Jika sudah terkumpul, barulah menanyakan tentang kesediaan kepada si orang yang dimaksud tersebut. Hal ini bisa dilakukan secara langsung jika memang sudah lebih dulu kenal. Tetapi jika belum kenal sama sekali, maka hal ini dilakukan lewat bantuan seseorang yang mengenalnya.

Kadang-kadang, kesediaan untuk menikah ini tidak lantas membuat seseorang mengkhitbah pihak perempuan. Tetapi masih dilanjutkan dengan pertemuan dengan ditemani orang terdekat. Jika pun tidak dilakukan pertemuan, biasanya cukup dengan berbicara lewat sambungan lain.

Pembicaraan itu biasanya tidak hanya untuk langkah mengenal, tetapi juga untuk membicarakan perihal rencana khitbah.

Sebagai catatan, sampai tahap ini pun tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan yang ditakutkan menjerumuskan. Artinya, jika dilakukan pertemuan, maka pertemuan itu bukan di tempat yang sepi dan sebaiknya bersama dengan muhrim.

Jika dilakukan dengan sambungan telpon, maka tidak diperbolehkan membicarakan hal-hal yang menarik lawan bicaranya ke dalam pikiran-pikiran kotor.

Karena hal yang semacam inilah, beberapa orang memilih untuk tidak melakukan taaruf secara langsung. Melainkan, melakukan taaruf lewat perantara seseorang yang bisa dipercaya. Muhrim dari orang tersebut, misalnya. Sebab, hal ini akan lebih bisa menjaga diri daripada harus bertaaruf secara langsung.

  1. Taaruf sesudah Khitbah

Taaruf sesudah khitbah adalah hal yang paling sering dilakukan oleh banyak orang. Kadang-kadang taaruf semacam ini diambil seraya menunggu tanggal pernikahan yang masih dalam bilangan tahun. Taaruf yang dilakukan pun sering sekadar untuk menjaga hubungan baik serta mengenal masing-masing personal lebih jauh lagi.

Sepintas banyak yang melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang pacaran ketika sudah melakukan khitbah. Padahal, bagaimana pun koridor taaruf masih sama seperti yang sudah dijelaskan dalam taaruf sebelum khitbah. Hal ini tidak lepas dari pandangan umum bahwa setelah khitbah, seseorang sudah boleh melakukan hal yang mirip dengan hubungan suami-istri.

Karena itu, kesadaran dan pengetahuan tentang taaruf serta khitbah sangat penting. Ini dilakukan sebagai langkah awal untuk menjaga diri. Meski mungkin pada akhirnya dua orang tersebut menikah, selama mereka belum menikah, koridor pergaulan sosial harus tetap dijaga.

Tidak heran jika orang dulu melakukan aturan ketat terhadap putra dan putrinya. Alasannya memang wajar. Tidak semua orang yang ditempat dalam keadaan yang memungkinkan, tidak akan berbuat macam-macam. Sebab, iman seseorang tidak selalu kuat.

Kadang-kadang iman menjadi lemah, kadang-kadang iman menjadi kuat kembali. Dan parahnya, tidak ada orang yang benar-benar mampu menakar imannya sendiri.

Batasan Taaruf yang Diperbolehkan

Ada hal-hal yang perlu diperhatikan seseorang dalam proses taaruf. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Memandang dalam proses taaruf. Dalam taaruf, memandang memang diperbolehkan. Namun, yang diperbolehkan adalah memandang dalam koridor untuk mengetahui orang yang akan dipersunting. Jika tidak ada niat untuk itu, maka tidak diperbolehkan.
  2. Memandang ketika sudah khitbah justru disunnahkan. Itu karena memandang setelah khitbah dapat menambah kemantapan hati untuk menikah.
  3. Taaruf tidak memperbolehkan siapa pun memperlihatkan aurat kepada orang lain. Jika pun hal itu diperlukan untuk memastikan pihak perempuan tidak mengalami cacat fisik, hal itu harus diwakilkan pada orang yang boleh melihatnya.
  4. Dalam proses taaruf, sebaiknya tidak membicarakan hal-hal yang melenceng dari sana. Ini termasuk ucapan atau hal-hal yang mengarah pada hal yang tidak senonoh. Kalaupun sudah dikhitbah misalnya, pembicaraan semacam itu juga harus dihindari karena belum ada ikatan pernikahan.
  5. Pada pertemuan untuk taaruf, tidak dilakukan berdua saja. Tetapi harus ada muhrim yang menemani. Ini untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan. Selain itu, ini juga bagian dari cara untuk tidak mendekat pada zina.
  6. Shalat istikharah. Shalat istikharah adalah bagian dari cara untuk meminta petunjuk pada Allah setelah taaruf dilakukan. Sebab, pada dasarnya setiap mengambil keputusan dalam hidup, sunnah untuk melakukan shalat istikharah.
  7. Perbanyak ketakwaan kepada Allah dan pasrah. Jika taaruf sudah dilakukan dan hati telah mantap, segera khitbah. Setelah khitbah, barulah lakukan persiapan untuk pernikahan. Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan dan restu keluarga.

Demikian ulasan tentang pengertian taaruf, hukum, proses, contoh, dan batasan-batasannya. Semoga materi ini memberikan wawasan serta menambah kebermanfaatan bagi segenap pembaca yang sedang mendalami tentang ajaran Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *