Pengertian Riya, Hukum, Macam, Ciri, dan Contohnya

Diposting pada

Riya Adalah

Salah satu sifat buruk yang harus dijauhi oleh seluruh umat Islam di dunia adalah riya. Apa maksud riya itu? Bagaimana pengertiannya? Untuk mengetahui itu lebih lanjut, alangkah baiknya jika Anda menyimak baik-baik ulasan tentang pengertian riya di bawah ini.

Riya

Kata riya’, sebenarnya terbentuk dari kata ru’yah yang artinya melihat atau memperlihatkan. Riya’ sendiri adalah salah satu cara menciptakan branding diri dengan menampakkan hal-hal baik dalam diri orang tersebut, baik dalam urusan beribadah atau dalam beragam urusan lain yang ada di dunia.

Dalam kasus semacam itu, maka orang yang riya’ adalah orang yang melakukan segala cara untuk meningkatkan branding dirinya. Siapa yang menjadi target mendapat branding? Tentu saja orang lain. Atau bisa jadi orang tertentu yang tengah ingin didekati untuk suatu hal.

Apa yang diriya’kan? Yang diriya’kan adalah sikap atau prilaku yang memungkinkan untuk mendapatkan branding yang baik. Sedang yang dimaksud riya’ di sana adalah niat si orang yang memperlihatkan kebaikan-kebaikan dalam dirinya.

Hukum Riya

Dalam bagian ini, hukum riya’ dibagi menjadi dua. Pertama hukum asli riya’, yakni haram. Kedua, hukum riya’ adalah boleh. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Riya’ Dihukumi Haram

Hukum Riya’ sudah tidak diperdebatkan. Hukumnya haram. Dalil Quran terkait itu adalah ayat 4-6 Surat al Ma’un, juga ayat 10 Surat Fathir. Bunyi ayatnya berturut-turut adalah:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6

 [الماعون/4-6]

وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُولَئِكَ هُوَ يَبُورُ

 [فاطر/10]

Riya’ juga digolongkan ke dalam syirik. Hanya saja syirik yang ditimbulkan oleh riya’ adalah syirik yang ringan. Hadits terkait itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Baihaqi. Hadits tersebut dicantumkan oleh Imam Ghozali dalam Kitab Ihyak Ulumiddin.

إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر، قالوا وما الشرك الأصغر يا رسول الله؟ ” قال الرياء ” يقول الله عز وجل يوم القيامة إذا جازى العباد بأعمالهم: اذهبوا إلى الذين كنتم تراءون في الدنيا فانظروا عل تجدون عندهم الجزاء

Riya’ Dihukumi Boleh

Menariknya, meskipun hukum riya’ adalah haram, ada juga riya’ yang diperbolehkan. Maksudnya, bukan riya’-nya yang diperbolehkan, tetapi lebih pada menyengaja untuk memperlihatkan kebaikan kepada orang lain.

Memang, dalam setiap sikap yang diambil ada sisi negatif serta positif. Sisi positif merahasiakan ibadah misalnya, membuat seseorang cenderung lebih mudah untuk ikhlas dan tidak terbelit riya’. Negatifnya, ibadah tersebut tidak akan bisa menjadi pelajaran atau contoh bagi orang lain karena tidak ada yang tahu.

Berbeda tentu dengan ibadah yang sengaja ditampakkan. Memang, ibadah yang demikian cenderung masuk dalam riya’, tetapi dengan begitu orang lain bisa meniru ibadah tersebut. Bahkan sangat mungkin dengan melihat ibadah yang dilakukan, orang lain akan lebih senang melaksanakan ibadah yang sama.

Dengan demikian, menyengaja untuk memperlihatkan amal kebaikan, hukumnya boleh. Ini menjadi riya’ yang mendapat rukhshoh meski bukan artinya amal yang diikuti riya’ adalah baik. Sebaliknya, beramal dan memperlihatkannya, lalu belajar membuang riya’ yang mengikutinya.

فقال النبي صلى الله عليه وسلم ” من سن سنة حسنة فعمل بها كان له أجرها وأجر من اتبعه

Hadits tersebut ditulis di dalam Kitab Ihya’ ulumiddin. Maksud hadits tersebut adalah, orang yang beramal baik, dia akan mendapat pahala atas amal tersebut, juga mendapat pahala amal yang dilakukan oleh orang yang mengikutinya.

Untuk itu mempertimbangkan positif-negatif suatu amal memang perlu. Berkaitan dengan shodaqoh misalnya, jika menampakkan akan memberi efek positif, maka tampakkan.

Jika dengan menampakkan akan membuat orang yang diberi shodaqoh merasa hina meski itu menginspirasi orang lain, hukum menampakkannya adalah haram. Alasannya, menyakiti orang lain itu haram.

Macam Riya

Setidaknya, jenis riya’ tidak hanya dilihat dari satu sisi saja. Berikut ini adalah pembagian riya’ dari sisi derajat, juga dari sisi media yang digunakan untuk riya’.

Riya’ Berdasar Media yang Digunakan

Dalam riya’ selalu ada hal yang digunakan untuk riya’. Ini menjadi semacam sebab untuk berlaku riya’. Melihat dari sini lah, riya’ terbagi menjadi lima macam.

Riya’ dengan Badan dalam Hal Agama

Masih membahas tentang Riya’ dengan badan dalam hal agama ini seperti seseorang yang memperlihatkan tubuh kurus dan wajah pucat. Tujuannya, agar orang lain menganggapnya sebagai orang yang takut kepada Allah atau, sangat prihatin memikirkan perkara agama.

Atau seperti juga orang yang memanjangkan rambutnya agar orang mengira dia tidak memiliki waktu untuk mengurus hal duniawi. Hal-hal semacam ini yang kiranya patut untuk diwaspadai.

Riya’ dengan Prilaku dan Bersolek

Ini seperti orang yang memotong kumis atau orang yang selalu berjalan menunduk, atau orang yang sengaja memakai pakaian sederhana.

Tujuannya, agar orang tahu bahwa dia orang yang taat kepada Allah dan Nabi serta berlaku layaknya sufi. Padahal, kesufian seseorang bukan terletak pada hal-hal semacam itu. Sebaliknya, kesufian seseorang terletak pada hati mereka.

Riya’ dengan Ucapan

Kebanyakan orang yang menjadi tokoh sering berlaku riya’ dengan ucapan mereka. Mereka memberikan kalam nasihat, kalam hikmah, dan petuah. Tujuan utamanya adalah untuk saling serah atau menunjukkan bahwa dirinya memiliki keilmuan yang tinggi.

Riya’ dengan Perbuatan

Riya’ dengan perbuatan itu seperti orang yang memanjangkan shalatnya. Atau sama juga dengan orang yang shalatnya terlihat bagus ketika ada orang di sekitarnya. Sedang ketika tidak ada orang sama sekali, shalatnya biasa saja.

Riya’ dengan Pergaulan

Tidak sedikit orang yang bangga dengan pergaulannya. Dia berteman dengan para ulama misalnya. Atau dia bergaul dengan orang yang memiliki pangkat tinggi. Pergaulan-pergaulan semacam itu ditampakkan kepada orang lain. Tujuannya, agar dia dianggap sama dengan orang-orang yang menjadi temannya.

Riya Berdasar Tingkatannya

Riya’ berdasar tingkatannya terbagi menjadi dua. Dua itu adalah Riya’ Jali dan Riya’ Khofi. Penjelasannya bisa Anda baca di bawah ini.

Riya’ Jali

Secara pengertian Riya’ Jali adalah riya’ yang membuat seseorang tidak melakukan suatu hal. Riya’ di sini tentu saja terlihat dengan jelas. Sebab, salah satu ciri-ciri riya’ adalah, berbuat sesuatu jika mendapat pujian dan meninggalkan sesuatu jika tidak mendapat pujian.

Dengan kata lain, Riya’ Jali ini membuat pelakunya benar-benar tidak mau melakukan perbuatan ibadah meski tujuan awalnya adalah beribadah. Contoh konkrit adalah, orang yang melakukan Shalat Sunnah Rawatib karena banyak orang di sekitarnya. Jika tidak ada orang, sudah pasti dia tidak akan melakukannya.

Riya’ Khofi

Riya’ Khofi adalah riya’ yang samar. Riya’ ini tidak membuat orang meninggalkan satu perbuatan tertentu, tetapi membuatnya semangat untuk melakukan sesuatu itu mereda.

Ambil lah contoh, seorang yang merasa berat melaksanakan Shalat Dhuha, mendadak kedatangan tamu. Karena ada tamu tersebut, dia bersemangat untuk melaksanakan Shalat Dhuha. Inilah riya’.

Ciri dan Contoh Riya

Berikut ini adalah penjelasan secara lengkap terkait dengan karakteristik riya’ dan contohnya dalam kehidupan manusia di keseharian. Antara lain;

وقال علي كرم الله وجهه: للمرائي ثلاث علامات؛ يكسل إذا كان وحده وينشط إلى كان في الناس يزيد في العمل إذا أثني عليه وينقص إذا ذم

Mengutip pendapat Ali bin Abi Thalib yang juga ditulis dalam Ihya’ Ulumiddin tersebut, ada tiga tanda yang bisa dijadikan cara untuk mengenali riya’. Tiga tanda tersebut adalah:

Malas jika Sendirian

Ciri pertama riya’ adalah rasa malasnya kambuh jika dia harus melakukannya di tempat sepi. Hal ini lumrah mengingat definisi riya’ adalah mencari branding atau derajat di sisi manusia. Jika manusia yang melihat tidak ada, untuk apa suatu hal harus dilakukan.

Maka cara pandang orang yang berbuat riya’ bukan lagi tentang pahala, tetapi tentang keuntungan di hadapan manusia.

Bersemangat jika Ada Orang Lain

Jika ditarik kesimpulan, ciri kedua ini sama dengan ciri pertama. Semangat seseorang akan berlipat-lipat jika ada orang yang melihat. Dan ini sudah menjadi ciri khas dari sifat riya’.

Amalnya bertambah saat dipuji dan berkurang saat dicaci

Efek dari ciri pertama dan kedua akan berimbas pada penilaian manusia. Jika penilaian itu buruk, maka ibadah akan dikurangi atau bahkan ditinggalkan sama sekali. Jika mendapat nilai baik di mata orang lain, maka dengan sendirinya ibadah itu akan lebih sering dilakukan.

Demikian ulasan lengkap yang bisa kami bagikan kepada segenap pembaca tentang pengertian riya, hukum, macam, ciri, dan contohnya dalam kehidupan manusia di kesehariannya. Semoga melalui artikel ini bermanfaat. Salam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *