Pengertian Istidraj, Macam, Ciri, dan Contohnya

Diposting pada

Istidraj Adalah

Salah satu bagian dari hal yang dibahas oleh pengertian tasawwuf adalah istidraj. Kitab Ihya’ Ulumiddin pun memasukkan Istidraj dalam salah satu pokok bahasan penting untuk dipelajari oleh seluruh Umat Islam. Untuk itu, simak baik-baik ulasan definisi istidraj di bawah ini.

Istidraj

Cukup banyak yang mendefisinisikan istidraj dalam laman-laman referensi terkait ini. Tetapi yang tampak lebih menarik adalah definisi istidraj yang disampaikan oleh Ibnu Athaillah lewat Kitab Hikam karangannya. Definisi tersebut adalah:

الاستدراج هو كمون المحنة في عين المنة وهو مأخوذ من درج الصبي أى أخذ فى المشى شيئاً بعد شىء

Di sana, istidraj didefinisikan dengan cobaan di balik sebuah anugerah yang diberikan. Itu saja. Istilah istidraj diumpamakan seperti anak balita yang belajar berjalan sedikit demi sedikit. Alasannya, istidraj berasal dari kata daroja yang salah satu maknanya adalah berangsur atau bertahap.

Pengertian Istidraj

Istidraj adalah bagian yang digunakan agar seseorang memiliki derajat lebih tinggi jika mampu melewatinya. Tentu saja, bukan di mata manusia, tetapi lebih ke arah bagaimana derajat seseorang tinggi di mata Allah. Hal itu dilakukan dengan memberi nikmat yang banyak.

Jika lupa, maka neraka menjadi balasan. Jika ingat, tentu nikmat tersebut menjadi penambah seseorang untuk lebih dekat kepada Allah.

Penjelasan ini ada pada lanjutan teks definisi istidraj di bagian atas artikel ini. Daroja memiliki makna tangga untuk naik ke atas. Akhirnya, istidraj menjadi tangga itu untuk bisa lebih mendekat kepada Allah. Atau malah sebaliknya, istidraj menjadi tipudaya yang menjadikan seseorang tersesat jalan.

ومنه الدرج الذي يرتقي عليه إلى العلو كذلك المستدرج هو الذي تؤخذ منه النعمة شيئاً بعد شيء وهو لا يشعر

Terkait hal ini, ada satu ayat yang menjelaskan tentang tipu daya Allah terhadap orang-orang yang mendustakan ayat Allah. Tipu daya itu disebutkan dengan kata istidraj di dalam Quran.

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ

 [الأعراف/182]

Ini tentu menarik. Istilah istidraj menjadi semacam hal yang membuat seseorang harus bertanya kembali kepada dirinya. Jika nikmat yang diberikan Allah banyak, sedang di sisi lain nikmat tersebut membuat seseorang cenderung bermaksiat, maka inilah istidraj.

Sebaliknya, jika seseorang cenderung lebih mendekat kepada Allah, maka itu pula yang disebut dengan istidraj yang akan menjadikan derajat seseorang lebih tinggi. Ibaratnya, setiap kenikmatan yang diberikan kepada seseorang adalah pisau yang bisa digunakan untuk kebaikan, dan bisa juga digunakan untuk menjauhkan diri dari Allah.

Namun demikian, kecenderungan makna istidraj adalah ke arah negatif. Maksudnya, istidraj lebih dipahami sebagai tipudaya agar orang fasik dan orang kafir lebih tersesat daripada keadaan yang sekarang.

Macam dan Contoh Istidraj

Pembahasan tentang macam-macam istidraj hampir tidak bisa ditemukan. Alasannya, memang istidraj adalah semacam sifat ikhlas atau sifat-sifat yang lain. Yang mungkin menjadi perbedaan adalah di mana peletakan istidraj, atau dalam hal apa istidraj ada. Namun, tentu saja selagi itu bisa disebut nikmat, di sana lah istidraj memiliki potensi muncul.

  • Tidak Sholat Badan Tetap Sehat

Siapapun tentu tahu, shalat adalah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Kewajiban melaksanakan shalat bahkan tidak bisa digantikan oleh siapapun. Quran sendiri telah menentukan waktu-waktu yang digunakan untuk shalat dan memerintahkan shalat pada waktunya.

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

 [النساء/103]

Tentu menjadi pertanyaan jika dengan meninggalkan kewajiban yang demikian, badan tetap diberi kesehatan, bahka rizki juga semakin lancar. Bisa jadi, itu menjadi semacam pengingat untuk lebih giat melaksanakan shalat. Tetapi, bisa jadi itu menjadi jalan untuk lebih jauh dari Allah dengan terus menerus meninggalkan shalat.

Tentu saja, bukan orang lain yang bisa menyebut yang demikian sebagai istidraj atau bukan. Sebab, yang lebih tahu hal itu adalah diri orang yang mendapat nikmat dan meninggalkan kewajiban shalat.

  • Tidak Puasa Banyak Rizki Datang Tanpa Diduga

Kewajiban puasa adalah kewajiban nomor berikutnya setelah shalat. Kewajiban puasa memang hanya dilakukan satu bulan dalam satu tahun Hijriyyah. Dengan segala kemudahan yang diberikan kepada umat Islam untuk melakukannya, seharusnya puasa menjadi hal yang tidak memberatkan.

Tapi begitu, tetap saja banyak orang cenderung merasa hal itu memberatkan. Akhirnya, puasa tidak dilakukan. Bahkan, jika pun ada sesuatu yang menghalangi seseorang melakukan puasa pada Bulan Ramadlan, dia tidak menqadla’ puasanya di lain waktu.

Sedang begitu, bukan Allah menegur dengan memberi orang tersebut masalah hidup. Allah juga tidak mengangkat nikmat-nikmat yang sudah diberikan kepada orang tersebut. Dan di sinilah sebenarnya Allah menguji orang tersebut.

  • Bermaksiat dan Tidak Pernah Menyesal

Secara naluri, jika seseorang melakukan maksiat, maka dia akan merasa bersalah atau menyesali perbuatannya. Ini berbeda dengan orang yang cenderung menganggap maksiat yang dilakukannya tersebut adalah maksiat biasa. Atau, bisa jadi orang tersebut menganggap maksiat yang dilakukannya adalah maksiat kecil dan bukan merupakan dosa besar.

Anggapan demikian ini lah yang justru menggiring seseorang pada rasa meremehkan maksiat yang sudah dilakukan. Dari meremehkan inilah, dosa kecil menumpuk hingga akhirnya menggunung.

Ini adalah bagian dari istidraj. Ini merupakan bagian dari tipudaya syaitan. Seseorang ditipu dengan menyebut dosa yang dilakukan hanya dosa kecil sehingga tidak perlu sesal jika dilakukan. Atau tipu dayanya adalah, menyebut rahmat Allah begitu besar sehingga bebas bermaksiat kapan saja tanpa rasa sesal. Padahal tidak sepatutnya karena rahmat Allah amat luas, seorang hamba bebas bermaksiat, bukan?.

  • Tidak Menutup Aurat

Menutup aurat adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang. Tentu saja, membuka aurat adalah bagian dari sesuatu yang dilarang. Hukum membuka aurat sendiri adalah boleh jika dilakukan di tempat yang tidak memungkinkan orang lain bisa melihatnya. Itu pun dalam keadaan darurat, seperti ingin buang air besar atau semacamnya.

Dalam ruangan yang sama, yang tertutup atau tidak memungkinkan orang lain melihat aurat, membuka aurat dihukumi makruh jika tanpa ada hajat tertentu. Dengan demikian, hukum apa yang dikenakan jika aurat dibuka di tempat umum atau tempat yang memungkinkan orang lain untuk melihatnya.

Seharusnya maksiat semacam ini membuat orang kehilangan nikmat. Maka, menjadi hal yang patut dicurigai jika ternyata justru nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah sama sekali tidak berkurang. Atau, malah nikmat itu justru lebih banyak.

Sebab, akan sangat mungkin sebenarnya Allah tengah menguji kita dengan istidraj, seperti yang disebutkan dalam ayat Quran yang sudah ditulis di bagian atas artikel ini.

Ciri Istidraj

Istidraj adalah hal yang sebenarnya harus diteliti sendiri oleh seseorang. Sebab, yang paling bisa merasakan hal itu adalah diri si orang yang mendapat nikmat tersebut. Dengan demikian, orang lain tidak bisa seenaknya menunjuk bahwa yang terjadi pada seseorang adalah istidraj.

Berikut ini adalah beberapa patokan ciri yang mungkin bisa membantu untuk mengenali istidraj. Tapi begitu, sekali lagi, ciri ini bukan untuk menunjuk hal yang terjadi pada orang lain, sebaliknya hanya untuk introspeksi diri.

  • Nikmat Tambah, Iman Turun

Banyaknya nikmat sebenarnya bisa menjadi pemicu dari tambahnya keimanan. Sebab, orang yang diberi sesuatu, tentu akan tambah rasa cintanya kepada orang yang memberi. Tapi, jika kenikmatan yang diberikan justru menjauhkan, tentu hal itu patut dipertanyakan.

  • Rizki Lancar, Ibadah Terabaikan

Sudah menjadi hal lumrah, rizki yang diberikan adalah hal yang digunakan untuk beribadah. Sebab, pada dasarnya perintah Allah adalah perintah beribadah, bukan perintah mengumpulkan atau mengais rizki. Maka titik poinnya adalah ibadah itu.

Sehingga apa-apa yang didapat dalam hidup haruslah dilarikan pada ibadah. Jika hal yang terjadi adalah sebaliknya, tentu inilah yang dimaksud dengan istidraj.

  • Sukses tapi Bermaksiat

Kesuksesan yang sesungguhnya adalah kesuksesan bila seorang hamba bisa melawan hawa nafsunya. Dengan demikian, kesuksesan yang dipahami orang kebanyakan, bisa jadi adalah kesuksesan yang menjadi tipuan atas kesuksesan yang sesungguhnya. Sebab, orang cenderung berhenti berbuat sesuatu dan merasa benar ketika dia sudah merasa sukses.

Demikian ulasan tentang istidraj. Semoga poin-poin  ulasan mulai pengertian istidraj, macam, ciri, dan contohnya bisa menjadi hal yang memberi manfaat pada diri Anda khususnya, dan umumnya bagi Umat Islam yang ada di seluruh dunia. Salam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *